Bahasa Indonesia 2 "PAJAK"



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tulisan ini. karena berkat rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan tulisan yang berjudul Perpajakan Indonesia. Tulisan ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2.
Tulisan ini disusun agar pembaca dapat mengetahui Peranan koperasi apa saja yang bisa berkembang. Tulisan ini memuat tentang “Dasar-dasar perpajakan, ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Pajak Penghasilan Umum”. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan tulisan ini.
Semoga Tulisan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Terima kasih

                                                                                Bekasi, 25 Januari 2013
                                                                               

                                                                                          Penyusun





BAB I

1.1 Latar belakang
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty". Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak (tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya reformasi pajak di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar-dasar Perpajakan
Pajak adalah iuran yang bersifat wajib dan memaksa kepada pihak yang memiliki pendapatan dan tidak ada timbal balik secara langsung.
Menurut Soemitro dalam buku Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990), pajak didefinisikan sebagai:
Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.

Jenis Pajak
            Pajak dibedakan menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutnya.
1.     Jenis Pajak Menurut Golongannya
a.     Pajak langsung
Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsug Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) karena pengenaan pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain.

b.     Pajak tak langsung
Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena yang menjadi Wajib Pajak seharusnya adalah penjualnya, karena penjualnyalah yang mengakibatkan adanya pertambahan nilai, tetapi pengenaan PPN dapat dilimpahkan kepada pembeli (pihak lain).

2.     Jenis Pajak Menurut Sifatnya
a.     Pajak Subyektif
Pajak yang didasarkan atas keadaan subyeknya(wajib pajak), memperhatikan keadaan Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya.
Contoh: Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif, karena pengenaan pajak penghasilan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima penghasilan.

b.     Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya (benda) tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena PBB dikenakan atas dasar tanah dan bangunan, bukan dari keadaan pemiliknya, Dan PPN.

3.     Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
a.     Pajak Pusat (Negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

b.     Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah.
Contoh: Pajak kendaraan bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan.

Syarat Pemungutan Pajak
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemungutan pajak adalah sebagai berikut :

1. Pemungutan pajak harus adil ( Syarat Keadilan )
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-¬undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang¬-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang ( Syarat Yuridis )
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasa1 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian ( Syarat Ekonomis )
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien ( Syarat Finansial )
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang - undang perpajakan yang baru.

2.2 Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Sistem Pemungutan Pajak
Ada beberapa sistem pemungutan pajak di indonesia, yaitu:
·       Official assessment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pemungutan pajak pada fiskus, sedangkan Wajib Pajak hanya bersifat pasif.
·       Self assessment merupakan sistem pemungutan dimana Wajib Pajak Boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetor.
·       With holding system wewenang adanya pada pihak ke-3 bukan fisku         s atau Wajib Pajak. Pihak ke 3 disini adalah perusahaan yang menghitung dan melaporkan pajak yang harus disetor.
Wajib Pajak yang sudah memenuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif harus mengajukan dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah memenuhi syarat memenuhi syarat menjadi pengusaha kena pajak, yaitu memiliki peredaran usaha lebih dari Rp 360.000.000 untuk memperoleh Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Wajib Pajak yang memperoleh NPWP atau NPPKP berkewajiban untuk melaksanakan trilogi pajak, yaitu menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya. Untuk menyetorkan pajak yang terutang dilakukan di bank-bank yang ditunjuk, kantor pos dan tempat pembayaran lain yang di tunjuk dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). Untuk melaporkan pajak terutang dan pajak yang telah dibayar dilakukan di kantor pajak dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT).

2.3 Pajak Penghasilan Umum
Pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditijukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Subjek Pajak Penghasilan adalah orang pribadi, Usaha Tetap. Subjek pajak Penghasilan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.
Objek Pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Tarif pajak penghasilan dibedakan menjadi 2, yaitu tarif pribadi (antara 5% sampai 35% dan tarif pajak untuk badan (antara 10% - 30%). Untuk menentukan besarnya pajak terutang terdapa dua cara, yaitu untuk Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dan pencatatan.

Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa, dan kegiatan. Penerima penghasilan yang dipotong PPH Pasal 21 terdiri dari pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium dan penerima upah.
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur maupun penghasilan yang diterima secara tidak teratur. Penghasilan yang diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan teratur, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
Pengenaan PPH Pasal 21 bersifat pemotongan. Pemotongan pajak untuk Pajak Penghasila Pasal 21 yang biasa disebut sebagai pemotong pajak terdiri dari pemberi kerja , bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan dan yayasan.

BAB III
PENUTUP

Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum. Dengan jenis pajak menurut golongannya (pajak langsung, pajak tidak langsung), pajak menurut sifatnya(pajak subyektif, pajak obyektif) dan pajak menurut lembaga(pajak Pusat, pajak daerah).
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa, dan kegiatan.


Sumber:
·       Prof. Supramono, SE, MBA, DBA & Theresia Woro Damayanti, SE “PERPAJAKAN INDONESIA Mekanisme dan Perhitungan”.
·       http://www.pajak.go.id/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INFLASI NIKARAGUA

Tugas Bahasa Inggris Bisnis 2

Akuntansi Internasional # Tugas 2 (Bahan Kebutuhan Pokok Masih Langka)