Ayah Jangan Siksa Aku
Ayah Jangan Siksa Aku
T
|
etes air mata selalu mengalir di pipiku pada saat hal yang tidak ku inginkan terjadi seperti pada beberapa jam yang lalu. Ayahku seseorang yang sangat aku banggakan karena kepintarannya, tetapi aku sudah terlalu sangat membencinya karena ia sangat keras dan ringan tangan kepada aku dan ibuku. Aku merasa ini sebuah penyiksaan jiwa raga, sejak kecil aku selalu di pukuli olehnya jika aku melakukan kesalahan sedikit pun aku selalu dipukuli olehnya sehingga yang membuat psikis aku selalu di hantui rasa takut dan membencinya hingga pada saat ini usia ku 18 tahun. Sebenarnya aku iri dengan teman-teman ku yang selalu berangkat kuliah atau pulang kuliah di jemput oleh ayah mereka atau mendengar cerita-cerita mereka yang sepertinya ayahnya tidak pernah melakukan kekerasan kepada diri mereka.
“Aluna sudah lah kamu jangan sedih seperti ini!” bisik ibu yang mencoba menegarkanku.
Aku langsung memeluk erat ibu dan berlinang kembali air mataku yang tidak dapatku bendung lagi, demikian pula ibu yang menahan jelas tangisannya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Iya bu aluna janji ga akan sedih lagi tapi ibu juga janji sama aluna ga boleh sedih juga ya!! aluna hanya merasa dari kecil ga pernah di sayang sama ayah, memang aluna melakukan kesalahan yang fatal ya bu??”
“Nah gitu dong itu baru anak ibu, iya ibu janji ga akan sedih lagi dehh, yahh aluna kamu maklumi sajalah ayahmu itu!!! Memang kamu ga melakukan kesalahan yang fatal tapi sekarang kamu pahami saja watak ayahmu itu yang keras” jawab ibu yang memberikan pengertian ke aluna
“Aku tau banget kali bu, ayah dari dulu terlalu ringan tangan ke aku atau ibu tapi kan kadang ayah duluan yang suka cari-cari keributan di dalam rumah ini!!” jawabku dengan semangat.
Setelah beberapa menit aluna bercerita dengan ibu tentang ayah tiba-tiba ayah mulai teriak-teriak dari garasi rumah memanggilku dengan nada yang keras seperti biasa aku dengar.
“ALUNAAAAAA!!!! ALUNAAAAA!!! Cepat kamu kesini!! Kamu ini punya mata ndaaak!!!”
“Iya ayah ada apa?? Aluna lagi beres-beresin kamar yahh?”
“Kamu punya mata ndak!! Itu lihat garasi rumah kotor sekali, kamu mau jadi anak opo toh!! Ndak pernah bersih-bersih rumah, ndak pernah bantu-bantu ibu!!”
“Iya memang kotor garasinya yah, nanti aluna bersihin sekarang aluna masih mau bersih-bersih kamar dulu yah”
Ga lama kemudian ayah masuk kedalam rumah entah ingin ngapain dan aku masuk ke dalam kamar melanjutkan beres-beresin kamar, tiba-tiba ayah masuk ke kamarku membawa selang yang berdiameter kecil yang panjangnya cukup lumayan panjang dan mulailah ayah menyabetkan selang itu ke tubuhku berkali-kali karena aku ingin membereskan kamarku terlebih dahulu.
“Yah ampuuuunn!! Sakiiiit yaaahh” tangisku memohon kepada ayah
“Kamu ngerti ndakk garasi rumah itu kotor banget ayah minta kamu bersihin garasi rumah tapi malah kamu sibuk di kamarmu sendiri!!! DASAR ANAK GO***K!!!!” bentak ayah kepadaku.
Rasanya aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi menghadapi sifat ayah seperti ini, aku ingin cerita ke semua ke adik-adik ayahku bagaimana perlakuan ayah kepadaku dan ibu.
***
.
Sampai pada saatnya aku sudah tidak sanggup menahan penyiksaan yang dilakukan oleh ayah aku memutuskan untuk menceritakan semua tentang ayah ke kakak sepupuku.
“Mba deasy, aku mau cerita nih tentang ayah, pertama aku mau Tanya dulu deh mba, ayah tuh dulu orangnya gimana sih waktu mba masih kecil??”
“Memang ada apa lun dengan ayah?? Ayah kamu itu dari mba kecil memang galak banget lun, apalagi kalo ayah kamu lagi nyapu di injak-injak dia bisa marah besar lun?? Memang ayah ngapain kamu lun?? Ayoo cerita ke mba”
“Hhmmm,,, sebenarnya aku malu mba menceritakan ini, Cuma batas kesabaran aku sudah habis untuk menghadapi sifat ayah seperti ini terus. Gini mba aku tuh ngerasa dari kecil ga pernah di sayang sama ayah sampai aku sebesar ini, yang aku ingat Cuma aku setiap hari selalu di pukulin, di cambuk, sampai-sampai aku di jambak sama ayah di depan teman-teman SD, aku merasakan minder dengan teman-temanku yang lainnya sampai sekarang ini”
“Lun, kamu jangan takut cerita ini semua ke mba jangan mentang-mentang ayah kamu itu keluarga dari mba, mba akan membela ayah, kalo memang ayah yang salah kenapa harus mba harus berpihak ke ayah kamu, yasudah nanti mba pasti akan cerita ke pakde supaya bisa mendapatkan jalan keluarnya. Tenang ya lun, jangan sedih doakan saja ayah kamu bisa berubah” jawab mba deasy yang mencoba mencari jalan keluar kepadaku.
“Iya mba pasti aku akan doain ayah, makasih ya mba udah mau dengerin ceritaku”
Rasanya aku sudah sedikit lega setelah aku menceritakan ini semua ke kakak sepupuku, yahh walaupun belom menemukan jalan keluarnya setidaknya rasa kekesalanku selama ini sedikit berkurang, walaupun tubuhku ini penuh dengan luka-luka dari pukulan ayah, tetapi aku lebih rela ayah memukuliku daripada ayah harus memukuli ibu. Dan saat ini aku hanya bisa berdoa agar ayah bisa berubah dan sedikit lebih menahan emosinya.
Aku mencoba menghilangkan rasa sedihku dengan aktivitasku dan menghabiskan waktuku seharian di kampus dengan teman-temanku yang lainnya, hmm aku merasa iri sekali dengan salah satu temanku yaitu Nila, dia sering sekali menceritakan sosok ayahnya yang sama sekali tidak pernah memarahinya ataupun sampai menyiksanya, sepertinya dia anak yang sangat beruntung mempunyai seorang ayah yang benar-benar baik dan sayang dengannya, hmmm beda sekali dengan ayahku.
“Aluna lo kenapa sih dari tadi gue ajak ngobrol diem aja, ada masalah?? Cerita doong!!”
“Hah.. eh.. engga ada apa-apa kok nila, gue Cuma lagi ga enak badan aja”
“PLAAAAKKK bercanda aja lo lun” tepakkan tangan nila ke punggungku
“Haduuuuuuhhhh sakit nila!!!”
“Maaf yah aluna gue pikir lo Cuma bercanda”
Aku menahan sakit pukulan nila yang bercampur aduk dengan bekas pukulan ayah kemarin.
***
Mba deasy menelponku katanya ayah mau disuruh ke Solo disuruh merenovasi rumah pakdeku sekitar 1 bulanan dan memberi pengertian kepada ayah, yaaa lumayan lahh untukku kalo ayah ga ada di rumah berarti ga ada penyiksaan ke diriku ataupun ibu.
2 hari setelah mba deasy menelponku ayah berangkat ke solo, dan aku mulai merasakan ketentraman dalam hidupku dan terutama dengan ibu. “Aluna kamu kenapa?” Tanya ibu yang melihat aku senyum-senyum sendiri “haahhh?? Eng engg ga apa-apa bu!” jawabku menahan perlahan rasa ketentraman seperti ini. Aku berdoa dari rumah semoga sepulangnya nanti, benar-benar ada perubahan pada diri ayah. Dan ternyata 1 bulan itu aku pikir waktu yang cukup lama ternyata ga berasa sama sekali, dan aku merasakan 1 bulan itu hamper sama seperti 1 detik. Dan kemungkinan ayah besok pagi sudah sampai rumah.
Yang ada dibenakku adalah semoga besok kehidupanku ini berubah menjadi 360 derajat, dan tidak ada pengulangan seperti sebelumnya. Dan ternyata benar yang kuduga ayah tadi pagi sudah sampai rumah lalu ia terlihat lelah dan kubuatkan secangkir kopi hangat untuk melepas rasa dahaganya. Tetapi saat aku ingin memberi ayah kopi itu saat berjalan tiba-tiba kakiku tersandung tongkat sapu ijuk dan pada akhirnya secangkir kopi yang kubaawa pecah dan belingnya pun ada yang menancap di kakiku, ayah pun langsung bergegas bangun dan memarahi aku dengan kata-kata yang seharusnya tidak pantas diucapkan kepadaku. Tapi apadaya memang ini kesalahanku mau ga mau aku harus terima cacian dari ayah. Setelah kejadian itu selesai, aku pikir ayah sudah tidak memarahiku tapi ternyata ayah semakin hari malah semakin jadi meluapkan emosinya kepadaku dan ibu dengan ringan tangannya ayah mulai sering memukuliku kembali. Dan saat ini memang aku sudah ga tau harus bercerita oleh siapa lagi aku benar-benar ingin memberontak dari kekerasan yang ayah buat, aku merasa harga diriku dan ibu sudah di injak-injak oleh ayah. Dan sepulang kuliah ini aku memang sudah tidak ingin kembali ke rumah, aku ingin menenangkan diri dan pikiran ku.
***
Aku memutuskan untuk pergi dari rumah untuk menenangkan pikiranku ini ke sebuah desa yang sangat jauh dari perkotaan. Disana aku tinggal di sebuah rumah penginapan semacam motel, saat aku menyendiri di sawah dekat rumah itu ada seorang pemuda yang menegorku “mba nuwun sewu, sawek menopo wonten meriki??” pemuda itu berbicara padaku dengan bahasa jawa yang sama sekali aku ga ngerti artinya “ohh maaf yaa mas, saya cuma lagi melihat keindahan pemandangan sawah-sawah seperti ini” aku bergegas bangun dari dudukku dan kembali ke penginapan. Ibu meneleponiku berkali-kali mungkin ia khawatir dengan keberadaanku, tapi maaf sekali bu, aku belum bisa menerima telepon ibu. Hampir 2 minggu aku tidak pulang, tidak menghubungi teman-temenku, ataupun ayah dan ibu, aku tahu kuliahku pasti ketinggalan jauh dari teman-teman sekelas tapi aku masih ingin menangkan pikiranku ini. Tiba-tiba salah satu temanku sms katanya ayahku sakit, setelah mendapatkan sms seperti itu aku langsung cepat-cepat membereskan semua bajuku dan menuju ke terminal dan berharap semoga masih ada bis malam ke Jakarta, dan Alhamdulillah aku mendapatkan bis yang masih ada sisa satu tempat duduk. Akhirnya pukul 05:30 pun aku sudah sampai di terminal dan langsung bergegas naik ojek untuk sampai ke rumah lebih cepat. Sesampainya aku dirumah pun aku melihat ayah sedang duduk di kursi roda yang berjemur di bawah terik matahari pagi. Aku tak kuasa melihat ayah seperti itu, akun mencium kedua tangan ayah, dan ayah pun tidak melakukan respon apa-apa ke diriku dan aku langsung masuk ke dalam rumah mencari keberadaan ibu. “ibuuuuuuuuuuuuu, maafkan aluna yah pergi ga pamit ke ayah dan ibu aluna menyesal buuu,!!” “iyaa nak, ibu tahu kamu pergi untuk menenangkan pikiranmu lain kali jangan seperti ini lagi yaa!!!” “iya buu, aluna janji ga akan seperti ini lagi, ayah sakit apa bu?” “ayahmu kena serangan stroke dan ia sudah tidak bisa menggerakkan kaki, dan badannya, mulut ayah pun sudah tidak bisa berbicara lagi” aku mencoba menabahkan hati ibu, dan aku mencoba berkomunikasi dengan ayah, tapi memang ayah sudah tidak bisa menggerakkan badannya lagi, jadi aku berkomunikasi dengan ayah melihat mata dan pergerakkan tangannya. “ayah maafin aluna yaa, aluna sayang sama ayah dan ibu” dan ayah hanya bisa menjawab dengan kedipan matanya. Suatu hari ayah meminta ambilkan kertas dan sebuah bolpoint, di kertas itu ayah menulis sesuatu aku yakin ada suatu pesan di kertas itu. Setelah ayah memberikan kertas itu kepadaku aku mencoba menuliskan ulang tulisan ayah, karena tulisan ayah sangat tidak kebaca seperti tulisan anak taman kanak-kanak. Yang aku duga ternyata benar ayah menyampaikan sesuatu di dalam kertas itu, di dalam kertas itu ayah mengatakan sangat menyesal karena terlalu sering memukuli aku dan ibuku ayah meminta maaf kepadaku dan ibu. “ayaaah aluna dan ibu sudah memaafkan ayah kok, sekarang ayah tinggal berserah diri sama Allah agar ayah di berikan kesembuhan” jawanku kepada ayah.
***
Jam 3 pagi alarm hpku berbunyi saatnya aku untuk solat tahajud dan aku menyelipkan doa agar ayah di sembuhkan oleh Allah SWT. Dan selalu di beri keberkahan di setiap langkahnya. Esok pagi ayah tumben-tumbenan teriak dan memanggil ibu dan aku, dan subhanallah ayah mendapatkan keajaiban dari Allah SWT. Ternyata ia bisa membangunkan badannya kembali seperti saat masih sehat dan bisa berbicara kembali, ini semua adalah mukjizat dari Allah SWT. Akun benar-benar terdiam dan bengong melihat ayah bisa kembali sehat, di saat itu lah ayah benar-benar meminta maaf atas perlakuan ayah yang telah di perbuatnya.
SELESAI
Komentar
Posting Komentar